B. Arab

Pertanyaan

Tahap pengelolaan wakaf di indonesia

1 Jawaban

  • Krisis ekonomi yang dialami bangsa Indonesia, sejak Juli 1997, merambat ke berbagai aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Melemahnya kegiatan perekonomian, sebagai akibat depresiasi nilai tukar yang sangat tajam dan inflasi yang tinggi, tidak hanya menyebabkan merosotnya tingkat pertumbuhan ekonomi, tetapi juga memaksa sektor ekonomi lainnya menurunkan atau bahkan menghentikan usahanya. Keadaan ini, mengakibatkan bertambahnya pengangguran yang pada gilirannya memicu berbagai masalah sosial seperti meningkatnya angka kemiskinan dan kriminalitas yang mengancam stabilitas politik.
    Krisis yang berkepanjangan sampai akhir tahun 2007 semakin memperparah keadaan. Tingkat kemiskinan di Indonesia, berdasarkan data BPS tahun 2007 telah berkurang menjadi 16,5%, turun drastis dibandingkan dengan awal tahun 1998 yang mencapai 24,2%. Data yang dibuat oleh BPS, ternyata tak lebih hanya dalam angka semata, tidak sesuai dengan fakta karena kenyataanya tingkat kemiskinan di Indonesia masih tinggi yakni 49,5% dengan merujuk pada standar Bank Dunia. Keadaan ini disebabkan karena sektor ril tidak bergerak, PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) terus terjadi karena alasan keterpurukan ekonomi; antara lapangan kerja yang tersedia dengan jumlah tenaga kerja tidak seimbang, Akibatnya, sejumlah persoalan terutama pengangguran dan kemiskinan masih menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah.
    Penyakit kronis ini sebetulnya ada solusinya karena Islam memiliki konsep yang solutif di antaranya dengan menjadikan zakat dan wakaf sebagai bagian dari sumber pendapatan negara. Islam memiliki konsep pemberdayaaan ekonomi umat, yaitu dengan memaksimalkan peran lembaga pemberdayaan ekonomi umat seperti wakaf dan zakat. Sebetulnya kalau wakaf dikelola secara baik, dapat meningkatkan taraf hidup masayarakat. Selama ini, peruntukan wakaf di Indonesia kurang mengarah pada pemberdayaan ekonomi umat, cenderung terbatas hanya untuk kepentingan kegiatan ibadah, pendidikan, dan pemakaman semata, kurang mengarah pada pengelolaan wakaf produktif. Beban sosial ekonomi yang dihadapi bangsa saat ini, seperti tingginya tingkat kemiskinan dapat dipecahkan secara mendasar dan menyeluruh melalui pengelolaan wakaf dalam ruang lingkup yang lebih luas yakni pengelolaan wakaf produktif. Untuk melihat potret perkembangan wakaf di Indonesia, akan diawali dengan menguraikan sekilas sejarah perkembangan wakaf dan regulasi yang dilakukan terhadap perwakafan di Indonesia.
    1. Sejarah Perkembangan Wakaf
    Sejarah perkembangan wakaf di Indonesia sejalan dengan penyebaran Islam di seluruh wilayah nusantara. Di samping melakukan dakwah Islam, para ulama juga mengajarkan wakaf pada umat. Kebutuhan akan tempat beribadah, seperti masjid, surau, mendorong umat Islam untuk menyerahkan tanahnya sebagai wakaf. Ajaran wakaf di bumi Nusantara terus berkembang terbukti dengan banyaknya masjid-masjid bersejarah yang dibangun di atas tanah wakaf. Seiring dengan perkembangan sosial masyarakat Islam, praktek perwakafan mengalami kemajuan dari waktu ke waktu.
    Sejarah pengelolaan wakaf di Indonesia mengalami beberapa fase. Paling tidak ada tiga fase besar pengelolaan wakaf di Indonesia yakni,
    1) Periode Tradisional
    Pada fase ini wakaf masih ditempatkan sebagai ajaran yang murni. Ajaran wakaf dimasukkan dalam kategori ibadah mahdhah, yaitu benda-benda wakaf diperuntuk kebanyakan untuk pembangunan fisik, seperti untuk masjid, mushalla, pesantren, tanah pekuburan, dan sebagainya. Pada periode ini keberadaan wakaf belum memberikan kontribusi sosial yang lebih luas karena untuk kepentingan yang bersifat konsumtif.
    Di Indonesia, dari data yang dimiliki Departemen Agama RI tentang tanah wakaf di seluruh Indonesia menunjukkan bahwa luas tanah wakaf adalah 1.566.672.406 M2 dan terletak pada 403.845 lokasi. Namun demikian, fungsi wakaf secara khusus sebagai pemberdaya ekonomi masyarakat tidak dapat dipungkiri, masih kurang dirasakan atau bahkan tidak sama sekali. Selama ini, distribusi aset wakaf di Indonesia cenderung kurang mengarah pada pemberdayaan ekonomi umat dan hanya berpretensi untuk kepentingan kegiatan-kegiatan ibadah mahdah. Pada fase ini, pada umumnnya umat Islam di Indonesia memahami bahwa peruntukan wakaf hanya terbatas untuk kepentingan peribadatan, seperti masjid, mushalla, sekolah, makam, dan lain-lain. Peruntukan yang lebih menjamin produktivitas dan kesejahteraan umat nampaknya masih belum diterima sebagai yang inheren dalam wakaf.

Pertanyaan Lainnya