teks ulasan jala nelayan
Pertanyaan
1 Jawaban
-
1. Jawaban 612pentinur
Aku Seorang NelayanHidup kata kebanyakan orang adalah sebuah pilihan. Setiap orang berhak memilih arah hidupnya masing-masing. Aku juga punya pilihan. Dari kecil aku sudah ditemani pantai, lautan, perahu dan ikan-ikan. Tak salah kemudian pilihan hidupku sekarang ini menjadi seorang nelayan. Hanya pekerjaan itu yang aku bisa lakukan. Aku bahagia. Bukankah pekerjaan yang dilakukan dengan hati yang bahagia mambuat segala pekerjaan menjadi mudah.
Pekerjaan sebagai nelayan mungkin menurut sebagian orang cukup melelahkan. Sangat melelahkan memang bagi sebagian orang yang baru tahu. Bagi aku yang berasal dari keluarga nelayan, yang sedari kecil terbiasa dengan semua itu, tentu bukanlah pekerjaan yang melelahkan. Aku percaya bahwa inilah jalan Tuhan yang diberikan padaku. Aku selalu bersyukur dengan semua itu. Aku yakin nelayan pun punya peranan penting dalam kehidupan. Kalau tidak ada nelayan, bagaimana bisa kita semua bisa menikmati lezatnya ikan dan makanan-makanan laut lainnya.
Saat semua orang terlelap tidur dalam dekapan dinginnya malam, aku dan istri sudah harus bangun. Istriku sibuk menyiapkan bekalku, sementara aku sibuk menyiapkan perlengkapan untuk berlayar di tengah lautan pagi ini. Sebelum berangkat, aku sempatkan diri untuk melihat putra semata wayangku yang masih terlelap tidur. Mengecup keningnya dan berdoa selalu untuknya. Ada sebuah semburan semangat yang aku dapatkan setelah melakukan itu. Putraku adalah penyemangat hidupku.
Kebahagiaan yang aku dapatkan setelah pulang melaut bukanlah banyak tidaknya hasil laut yang aku dapatkan. Tapi… rasa bahagia itu muncul manakala dari kejauhan aku sudah melihat istri dan anakku berada di pinggiran pantai untuk menyambutku. Segala lelah yang aku dapatkan selama melaut menguap begitu saja. Semangatku untuk membahagiakan mereka semakin terpatri dalam hatiku. Aku bertambah bahagia saat aku dan istriku berjibaku memilih ikan untuk dijual, tak segan putraku datang dan membantuku. Membuat beban pekerjaanku dan istriku semakin ringan. Aku bahagia sekali memiliki mereka. Berkali-kali ucapan syukur aku panjatkan kepada Tuhan yang telah memberi aku seorang istri dan seorang anak yang sangat peduli padaku.
Aku tahu pekerjaan menjadi seorang nelayan bukanlah pekerjaan yang hina. Tapi aku dan istriku juga tahu, diluar sana ada sebuah pekerjaan yang lebih baik dari hanya seoarang nelayan. Aku ingin putraku kelak bisa hidup lebih baik dari orangtuanya kini. Aku dan istriku akhirnya sepakat untuk memberi kesempatan untuk putra kami bisa mendapatkan pendidikan yang lebih baik dari kami. Agar di masa yang akan datang ilmu yang telah didapat dapat berguna untuk orang lain, agama, bangsa dan negara. Kami tak ingin putra kami menjadi nelayan, cukup Bapak dan Ibunya saja yang menjadi nelayan.
Untuk mewujudkan semua itu tentu tidaklah mudah. Butuh biaya yang tidak sedikit pula. Penghasilan sebagai seorang nelayan yang tidak seberapa memaksaku harus memutar otak untuk mencari kerja tambahan untuk biaya sekolah putraku. Apapun pekerjaan itu selama halal dan aku mampu mengerjakannya, akan aku kerjakan. Belanja sehari-hari pun dikurangi agar perbulannya ada sisa uang yang bisa disimpan untuk keperluan putraku sekolah. Hutang kesana sini juga terpaksa aku lakukan demi untuk membiayai sekolah anakku. Apapun akan dilakukan orangtua untuk anaknya. Semua orangtua ingin yang terbaik untuk anaknya, begitu pula aku yang mengingkan pendidikan yang terbaik untuk putraku.
***
Aku tak percaya melihat siapa yang ada dihadapanku kini. Aku juga masih tidak percaya dengan semua yang terjadi. Putraku dengan gagahnya memakai toga kebesaran almamaternya kini bersamaku. Aku sangat bangga melihatnya. Air mataku akhirnya jatuh menyaksikan putraku kini telah menjadi seorang sarjana. Apa yang selama ini aku cita-citakan untuk putraku akhirnya terwujud. Terbayar sudah pengorbananku selama ini. Pekerjaanku sebagai nelayan akhirnya mampu menghantarkan putraku menjadi seorang sarjana. Aku bangga menjadi seorang nelayan.